Kisah Pendiri Perusahaan Honda Yang Pantang Menyerah
Belajar dari kisah Soichiro Honda (Pendiri perusahaan Honda)
Pada usia 30 tahun, Honda menandatangani patennya yang
pertama. Setelah menciptakan ruji atau velg jari-jari dengan logam. Lalu Honda
pun ingin melepaskan diri dari bosnya, dan membuat usaha bengkel sendiri. Mulai
saat itu ia berpikir, spesialis apa yang dipilih? Otaknya tertuju kepada
pembuatan ring piston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada 1938. Lalu,
ditawarkannya karya itu ke sejumlah pabrikan otomotif.
Akibat kegagalan itu, Honda jatuh sakit cukup serius. Dua
bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya.
Tapi, soal ring pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia
kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin.
Siang hari, setelah pulang kuliah, dia langsung ke bengkel
mempraktekkan pengetahuan yang baru diperoleh. Tetapi, setelah dua tahun
menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah.
”Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan
dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya,” ujar
Honda, yang di usia mudanya gandrung balap mobil.
Kepada rektornya, ia jelaskan kuliahnya bukan mencari
ijazah. Melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan. Tapi
dikeluarkan dari perguruan tinggi bukan akhir segalanya. Berkat kerja kerasnya,
desain ring pinston-nya diterima pihak Toyota yang langsung memberikan kontrak.
Ini membawa Honda berniat mendirikan pabrik. Impiannya untuk mendirikan pabrik
mesinpun serasa kian dekat di pelupuk mata! ^~^
Tetapi malangnya, niatan itu kandas. Jepang, karena siap
perang, tidak memberikan dana kepada masyarakat. Bukan Honda kalau menghadapi
kegagalan lalu menyerah pasrah. Dia lalu nekad mengumpulkan modal dari
sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Namun lagi-lagi musibah datang.
Setelah perang meletus, pabriknya terbakar, bahkan hingga dua kali kejadian itu
menimpanya.
Honda tidak pernah patah semangat. Dia bergegas mengumpulkan
karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang
oleh kapal Amerika Serikat, untuk digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik.
Penderitaan sepertinya belum akan selesai. Tanpa diduga, gempa bumi meletus
menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik ring pinstonnya ke
Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal.
Akhirnya, tahun 1947, setelah perang, Jepang kekurangan
bensin. Di sini kondisi ekonomi Jepang porak poranda. Sampai-sampai Honda tidak
dapat menjual mobilnya akibat krisis moneter itu. Padahal dia ingin menjual
mobil itu untuk membeli makanan bagi keluarganya.
Dalam keadaan terdesak, ia lalu kembali bermain-main dengan
sepeda pancalnya. Karena memang nafasnya selalu berbau rekayasa mesin, dia pun
memasang motor kecil pada sepeda itu. Siapa sangka, sepeda motor– cikal bakal
lahirnya mobil Honda — itu diminati oleh para tetangga. Jadilah dia memproduksi
sepeda bermotor itu. Para tetangga dan kerabatnya berbondong-bondong memesan,
sehingga Honda kehabisan stok. Lalu Honda kembali mendirikan pabrik motor.
Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya. Motor Honda berikut
mobilnya, menjadi raja jalanan dunia, termasuk Indonesia!
Semasa hidup Honda selalu menyatakan, jangan dulu melihat
keberhasilannya dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah
kegagalan-kegagalan yang dialaminya.
”Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. tapi mereka tidak melihat 99persen kegagalan saya,” tuturnya.
Ia memberikan petuah, ”ketika anda mengalami kegagalan segera bangkit ciptakan dan kejar mimpi baru mu.”
Jelas kisah Honda ini merupakan contoh, bahwa sukses itu
bisa diraih seseorang dengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, dan hanya
berasal dari keluarga miskin!